Selasa, 22 Mei 2012

Air Mata Rembulan Sang Naga Api

Dikedalaman hutan yang paling gelap, seekor Naga Api sedang duduk menyendiri. Ia bersandar di sebuah batu besar. Badannya kurus, matanya sayu, tubuhnya berwarna merah pucat, dan perutnya buncit sebesar gunung. Dia sedang tidak sehat, perutnya yang buncit terasa sangat sakit. Beberapa hari yang lalu, ia telah menelan sebuah rembulan. Oleh karena itulah perutnya kini terasa sangat sakit.

Sang naga api terus saja merintih. Bukan hanya karena rasa sakit diperutnya, tapi karena ia merasa sangat sedih dan bersalah karena telah menelan rembulan. Akibat pilihannya itu, kini Peri Hujan mati dan Lembah Hujan menjadi kering kerontang tak berjiwa. Tak ada kehi
dupan di sana, yang ada hanyalah kesedihan.
Kini rintihannya semakin kencang berubah menjadi raungan yang memekikkan telinga. Raungan kesedihan yang dalam. Suaranya terdengar sangat pilu dan nyeri. Siapa pun yang mendengarnya pasti akan merasakan sebuah kesedihan yang dalam.

Ia kemudian menangis meraung-raung. Dari sudut matanya keluar bulatan-bulatan kecil air mata. Bulatan-bulatan kecil itu semakin lama semakin membesar membentuk bulatan penuh. Ternyata, bulir-bulir air mata Sang Naga Api berubah menjadi rembulan. Naga Api
sangat terkejut sekaligus senang. Sakit perutnya kini sudah hilang, dan yang membuatnya sangat senang adalah rembulan kini kembali bersinar terang.

“Mungkinkah masih ada harapan untuk membuat Peri Hujan hidup kembali??”, pikirnya.

Sang Naga Api kemudian bergegas pergi menuju Lembah Hujan. Namun tiba-tiba ia dihadang oleh pemimpin kawanan Naga Api. Naga Api itu bermata bulat nyala terang dan menatap tajam padanya. “Mau pergi kemana kau??!! Kau tidak boleh meninggalkan Lembah Api ini”, kata pemimpin kawanan Naga Api dengan garangnya.

“Aku ingin ke Lembah Hujan, aku ingin menyelamatkan Peri Hujan. Mungkin saja masih ada kesempatan”, kata Naga Api kepada pemimpinya.

“Tidaaak boleeeh...!! kau tidak boleh kemana-mana...kau harus tetap berada di Lembah Api ini..!!”, kata pemimpin kawanan naga api dan semakin galak nada suaranya.

Tapi Naga Api tidak peduli, ia berusaha meloloskan diri dari hadangan pemimpinnya itu. Setiap kali Naga Api ingin menerobos keluar, pemimpinnya tersebut menghempaskan sayapnya ke Naga Api dan kemudian menyemburkan api yang sangat panas sekali. Sang Naga Api berjuang keras agar dapat keluar dari lembah itu. Walaupun berkali-kali ia terjerembab jatuh dan terkena semburan api. Ia mendekap rembulan di dadanya dengan erat. Ia tak ingin rembulan itu menjadi hancur, karena rembulan itu adalah harapannya untuk menyelamatkan Peri Hujan.

Sang Naga Api benar-benar sudah babak belur. Sayapnya compang camping terkoyak cakar tajam sang pemimpin. Dengan sisa tenaga yang ia punya, ia tetap berusaha untuk bangkit dan terbang menerobos hadangan pemimpinnya. Sang pemimpin pun luluh, ia terkesima melihat begitu kerasnya tekad dan gigihnya perjuangan Sang Naga Api untuk menyelamatkan Peri Hujan. Akhirnya, pemimpin kawanan Naga Api itu menyerah, ia mengizinkan Naga Api untuk pergi ke Lembah Hujan menyelamatkan Peri Hujan.

Dengan sisa tenaga yang ia punya, Naga Api berusaha terbang secepatnya menuju Lembah Hujan. Ia tak mau menyia-nyiakan sedetik waktunya pun untuk menyelamatkan Peri Hujan. Sesampai di Lembah Hujan, Naga Api begitu sedih melihat suasana di sana. Lembah yang tadinya indah penuh warna kini bagai lembah kematian tak bernyawa, tak ada kehidupan di sana. Begitu sunyi dan kosong yang ganjil.

Di tengah hamparan bunga Lili yang telah layu, Peri Hujan terbaring menjadi batu dengan belukar yang hampir menutupi seluruh tubuhnya. Naga Api sangat sedih melihatnya. Ia kembali menangis, tetesan air matanya perlahan jatuh membasahi wajah Peri Hujan. Dan seketika itu juga, perlahan-lahan tubuh Peri Hujan berubah menjadi seperti sedia kala. Tetapi masih tak bernyawa.

Naga Api segera menggantung rembulan di langit Lembah Hujan. Seketika Lembah Hujan itu menjadi terang benderang. Angin mulai bertiup, membangunkan bunga-bunga yang telah layu. Suara gemericik air mulai terdengar. Cahaya rembulan itu menyelimuti seluruh tubuh Peri Hujan. Dan akhirnya perlahan, Peri Hujan membuka matanya dan tersenyum menatap Naga Api.

“Terima kasih”, kata Peri Hujan.

Naga Api hanya menatap Peri Hujan dalam-dalam dan kemudian berkata, “Maafkan aku..”.

Mereka hanyut dalam diam. Suasana hening yang aneh dan sunyi.

“Aku harus pergi”, kata Naga Api memecah keheningan.

“Aku tau”, jawab Peri Hujan.

Sang Naga Api segera melesat ke langit tanpa menoleh lagi. Pada waktu itu hujan turun dengan derasnya di Lembah Hujan. Seakan tak mau mereda. Begitu pun di Lembah Api, langit berwarna merah menyala, udaranya sangat panas seakan ada amarah yang tertahan.

Barangkali mereka masih belum mengerti, bahwa kadang hidup memberikan kita pilihan-pilihan yang membingungkan. Dan ketika mereka tersadar, mereka telah berada di lorong waktu yang mampat. Mereka terjebak di dalam ruang pengap dikedalaman benaknya sendiri. Menghela nafas yang tinggal sepenggal, dan tetap berusaha tersadar. Bahwa betapapun riuh keinginan mereka berontak, tapi mereka harus tetap berjalan..meniti garis takdirnya sendiri..sendiri.

Peri Hujan
Kelak, jika kau rasakan angin berhembus dengan aroma bumi yang segar...maka, disanalah aku.. Menatapmu dikejauhan...

Naga Api
Kelak, jika langitmu kemerah-merahan dan udara terasa hangat...maka, disanalah aku.. Menatapmu dikejauhan....
 
Semoga suatu hari nanti kita  dipertemukan kembali dalam kondisi yang lebih baik...


*Sumber gambar: http://www.lisavictoria.net/Images/Fantasy/Full/DragonHug.jpg

Sabtu, 19 Mei 2012

Naga Api dan Peri Hujan

Konon, di kedalaman hutan yang tempatnya sangat rahasia, ada sebuah lembah yang sangat indah. Lembah itu ditumbuhi dengan bunga-bunga berbagai warna dan harum baunya, hewan-hewannya yang jinak, serta air terjun jernih yang memancar indah jika terkena sinar mentari. Di lembah itu, hiduplah seorang peri hujan. Peri tersebut bertugas menjaga lembah itu agar tetap subur dengan siraman hujan yang merintik lembut.

Di lembah itu, jika hujan tidak merintik sehari saja, maka seluruh tumbuhan akan layu dan hewan-hewan yang hidup disana akan mati. Oleh sebab itu, sang peri mempunyai tugas yang sangat penting dilembah itu. Kita sebut saja lembah itu dengan nama lembah hujan.

Pada suatu hari tiba-tiba udara terasa agak hangat dan gerah. Seluruh hewan di lembah hujan kepanasan. Ternyata, di langit sedang berputar-putar seekor naga api yang besar. Naga tersebut berwarna merah menyala, taringnya tajam dengan kuku-kuku cakarnya yang mengkilat. Sayapnya lebar, dan dari hidung serta mulutnya menyembur api yang sangat panas.

Naga api itu terus berputar-putar dilangit, kemudian dia jatuh berdebum ditengah hamparan bunga lili. Peri hujan sangat takut, tapi ia memutuskan untuk mendekati naga api itu. “Sepertinya naga api itu sedang sakit”, gumamnya.

Perlahan-lahan peri hujan mendekati naga api itu. Ia tak mau naga api itu tiba-tiba marah dan menyemburkan api ke arahnya.

Peri hujan berbisik pelan kepada naga api, “Hei...apa kau baik-baik saja?”.

Naga api mulai membuka matanya, “sakit sedikit...” katanya dengan suara serak.

“Sepertinya kau sedang tidak sehat”, tanya peri hujan.

“Badanku demam, dan tenggorokanku sakiit”, jawab sang naga sambil menahan sakit.

Peri hujan kemudian mengumpulkan seluruh tenaganya. Merentangkan tangannya dan perlahan angin mulai bertiup lebih kencang dengan aroma bumi yang segar. Awan-awan berarak cepat berkumpul diatas kepalanya, dan perlahan butir-butir hujan jatuh menghujami tubuh sang naga api. Asap mulai memenuhi permukaan tubuh sang naga akibat pertemuan antara bulir hujan dan sisiknya yang panas.Perlahan, naga api itu mulai menggerakkan badannya. Ia sudah merasa lebih baik. Badannya tidak demam lagi, dan teggorakkannya sudah tidak sakit karena meminum air hujan yang segar.

“Terima kasih”, kata sang naga api pada peri hujan.

“Syukurlah jika kau sudah merasa lebih baik”, kata peri hujan sambil tersenyum manis.

 Sang naga api merasa sangat senang berada di lembah hujan itu. Karena di sana pemandangannya sangat indah. Alapagi jika sedang turun hujan. Ia bisa merasakan rintik rintik hujan itu membasahi lembut sisiknya, segar sekali. Kini, naga api itu tidak lagi berwarna merah menyala. Tetapi ia berubah menjadi biru cerah. Seperti warna langit. Hidung dan mulutnya tidak lagi menyemburkan api yang panas. Oleh sebab itu ia sudah tidak sakit tenggorokan lagi.

Naga api dan peri hujan kini menjadi teman baik. Kemana pun peri hujan pergi, pasti naga api itu ikut menemani. Peri hujan pun sangat senang, karena dengan adanya naga api maka ia tak kan lagi ketakutan jika malam menjelang. Di lembah hujan ini, setiap malam bulan bersinar terang. Dan cahaya bulan itulah merupakan sumber kehidupan bagi peri hujan. Namun, ada srigala jahat yang selalu ingin mencuri rembulan itu.

Pernah suatu malam, srigala jahat itu datang mengendap-endap ingin mencuri rembulan. Untung saja ada sang naga api yang melihatnya kemudian ia berhasil mengusir srigala itu hingga srigala itu tidak berani lagi datang ke lembah hujan.

“Kau tidak perlu takut lagi, aku berjanji akan menjaga rembulan ini untukmu”, kata naga api pada peri hujan.

“Benarkah? Janji?”, kata peri hujan meyakinkan sang naga sekali lagi.

“Iya, aku berjanji”, kata sang naga api penuh keyakinan.

Peri hujan sangat bahagia. Kini ia tak perlu takut lagi, ada sang naga api yang akan menjaga dan melindunginya. Seharian itu, seluruh lembah jadi lebih berwarna dan hujan turun dengan indahnya. Ini karena peri hujan sangat bahagia.

Kemudian, pada suatu malam datanglah seekor naga api yang lebih besar dengan matanya yang menyala terang. Sayapnya mengepak-ngepak di angkasa sehingga malam itu udara kembali terasa sangat gerah. Ternyata, naga api yang bermata nyala terang itu adalah pemimpin dari kawanan naga api dari lembah api. Pemimpin naga api itu sedang mencarinya, mencari naga api yang telah berubah warna menjadi biru itu.

“Apa yang sedang kau lakukan di lembah ini? Ini bukan tempatmu..!! Cepat kembali ke kawananmu..!!”, kata pemimpin naga api kepada naga api yang sudah berwarna biru itu.

“Tidak mau, bos. Aku ingin tinggal di sini bersama peri hujan”, jawab naga api yang telah berwarna biru itu.

“Tidak bisa...!! kau harus kembali ke kawananmu. Atau kalau kau tak kembali maka aku akan membunuhmu..!!cepat pilih..aku tunggu sampai malam ini juga..!!”, kata pimpinan naga api.

Sang naga api yang sudah berwarna biru itu sangat bingung, “apa yang harus aku lakukan”, bisiknya.

Ditengah pekatnya malam dan rembulan bersinar terang, ia menatap peri hujan yang sedang tertidur pulas...

Naga api yang telah berubah warna menjadi biru itu bangkit lalu tersenyum.. Dan sang naga api itu pun menelan rembulan...

Kemudian lembah hujan menjadi gelap gulita. Dan peri hujan mati seketika...

** 160512, lagi suka bikin dongeng :p


Gambar copas di sini